Selasa, 22 Maret 2016

KALUNG TAKDIR Part 5



***


Bagi yang belum membaca Part 4, bisa kamu baca di [ KALUNG TAKDIR Part 4 ]


***



“Apa pria asing yang semalam menolongmu itu tampan ? Apa badannya bagus kek aktor-aktor barat ? Rambutnya gaya mohak ? Or botak ? Apa berkumis ? Kumisnya lebat atau tipis ? Ayolaaah… Nada…, jawab pertanyaanku...” kalimat yang Lila ajukan pada sohibnya itu lebih ke arah rengekan dari pada pertanyaan. Sedari tadi, ia terus saja membanjiri Nada dengan beribu pertanyaan tentang pria asing yang semalam menolong Nada. Sembari memutari tubuh jangkung sohibnya.

Nada keukeuh tak menjawab. Ia tetap berfokus pada lemari di depannya. Yup, Nada tengah memilah baju yang akan ia kenakan untuk menemani sohibnya jogging.
“Tolong diam dulu, manis. Kamu tahu aku sedang apa ?." Nada menengok pada sohibnya di belakang. Terlihat Lila yang tengah mengulum senyum.

“Memilih baju.., tapi kan–”

“Nah, itu tahu. Jadi, tutup mulut… eh, maksudku, bibir seksimu itu. Bisa kan ?,” Nada terkekeh saat mendapati Lila yang kegirangan setelah ia panggil seksi.

‘Tapi ingat. . . kamu tidak lebih seksi dari seorang Nada Syahran..’ Nada membatin. Ia kembali berfokus pada lemari berisi pakaian di depannya.

Lila menurut. Ia bergegas berjalan kearah tempat tidur. Lalu duduk di tepi ranjang. Tanpa suara, tanpa bahasa tubuh pula. Ya, Lila benar-benar bungkam. ‘Awas saja, kalau setelah ini kamu tidak menceritakan apapun tentang si Tuan Bawelmu. Kupastikan, pantatmu membusuk..’ kini, giliran Lila yang membatin.


***


Pagi ini, sekitar pukul delapan lebih empat puluh menit, Lila mengajak Nada untuk lari pagi alias berjogging ria di salah satu Taman yang ada di Tasikmalaya. Faktanya, lari adalah salah satu olahraga andalan Lila untuk menjaga bentuk tubuhnya agar tetap ideal, seksi, dan tentu saja sehat. Entah bergurau atau tidak, Lila pernah bertutur pada sohibnya bahwa salah satu daya tariknya adalah kaki ramping dan bentuk pantatnya. Nada dibuat terkekeh dengan kalimat yang keluar dari mulut sohibnya itu. Namun, selidik demi selidik, Nada harus mengakui bahwa perkataan Lila memang benar adanya. Daerah pantat Lila sungguh aduhai dan sedikit membuatnya iri. Kakinya pun cukup ramping.

Berbeda dengannya yang kurus. Walau demikian, tetap saja Nada merasa lebih percaya diri karena memiliki wajah yang cantik dan unik. Kulit putih bersihnya membuat banyak wanita merasa iri, matanya yang cukup besar dan tajam berhasil membuatnya terlihat unik, tubuh tinggi nan’ kurusnya mungkin bisa menyaingi para model internasional–ya, walaupun tidak kurus-kurus sangat, rambut coklat kehitam-hitaman dengan panjang satu jengkal diatas pinggang membuat Nada terlihat ba’ model iklan shampo, bibir merah alaminya mungkin bisa menyaingi bibir aktris kenamaan, yaitu Angelina Jolie. Hanya saja, bibir Nada sedikit lebih kecil dari bibir seseorang yang sekarang ini sering digosipkan terjangkit anorexia itu.

Awalnya, Nada sempat menolak dengan alasan tidak enak badan –ya, walaupun omongannya itu hanya bualan semata. Tetap saja, rayuan Lila berhasil menggusur mulut Nada untuk berkata ‘Iya’ atas ajakannya.

‘Nanti akan aku belikan baso Mak Iyah. Gimana ?’ bujuk Lila pada sohibnya.

Setelah mendengar tawaran dari sohibnya, Nada terlihat seperti menimbang-nimbang sesuatu. ‘Makanan favoritku bukan lagi baso. Tapi, nasi goreng’ tutur Nada sembari tersenyum singkat. Tentu saja, senyumnya itu menyimpan beribu alasan dan gejolak tak bernama.

Cukup mengherankan, karena sejak dulu, makanan favorit Nada bukan lain adalah baso –terutama baso Mak Iyah. ‘Sejak kapan sohibku ini menjadi pecinta nasi goreng ?’ Batin Lila.

‘Baiklah, aku akan mentraktirmu nasi goreng.., gimana ?’ cakapnya pada Nada. Dengan muka memerah, Nada pun meng’iyakan permintaan Lila.


***


Dan disinilah mereka sekarang, berjalan pelan menelusuri hamparan rumput hijau yang menjalar dari pintu masuk sampai sudut taman. Sebenarnya, taman yang juga diberi nama ‘Taman Kenang’ oleh masyarakat setempat ini, cukup sering Nada dan Lila singgahi. Nyaman, indah dan menyegarkan adalah tiga alasan mengapa mereka begitu senang menginjakan kaki di Taman Kenang. Selain itu, seluruh area taman tersebut didominasi oleh bata yang terbuat dari semen dan juga rumput hijau. Cukup kreatif memang, semua sisi taman didominasi oleh bata. Sedangkan area tengah, tempat para masyarakat memanjakan diri, sengaja dipenuhi dengan hamparan rumput hijau. Pula, dilengkapi dengan beberapa kursi yang terbuat dari kayu, besi dan juga semen. Di sudut-sudut taman pun sengaja di tanami pohon-pohon besar yang semakin membuat para pengunjung betah untuk berlama-lama disana.

“Masih sama ya, La.., nggak ada perubahan sama sekali. Aku suka!” Nada memulai obrolan sembari matanya menyapu seluruh area Taman Kenang. Nada cukup rindu akan suasana Taman Kenang. Mereka terakhir kesini sekitar satu minggu yang lalu. Itu pun saat gerimis mengamuk.

“Yaiyalah, kan ada yang ngurus. Kalau tidak salah, terakhir kita kesini sekitar satu minggu yang lalu. Iyakan ?.”

“He eh.” Jawab Nada nyaris seperti bergumam.

Dari pintu masuk, mereka terus berjalan lurus kedepan. Langkah kaki Nada dan Lila terasa begitu ringan dan pelan senada dengan gesekan antar dampal sepatu mereka dengan rumput hijau, seakan dua manusia itu benar-benar tak ingin cepat bergegas pulang dari Taman Kenang. Ya, walaupun sekarang sudah pukul sepuluh. Hawa panas mulai menyeruak dan menembus pakaian yang mereka kenakan. Dua wanita tegar itu tetap tersenyum cerah, secerah cuaca hari ini.

Beberapa kali, Lila sempat menengok kearah jajaran manusia yang tengah lari. Tentunya manusia itu berlari di area sisi taman. Senyum simpul terlihat ketika Lila menatap salah satu pelari yang tengah beristirahat sejenak. Kedua tangan pria itu bertumpu pada lutut. Butiran keringat di pelipisnya segera ia usap dengan tangan kirinya. Gerakkannya begitu cepat dan jantan. ‘Dia seksi…’ Lila membatin.

“Nada.. hey!!!” sekarang, kedua tangan Lila menarik-narik lengan kiri Nada. Seakan, ingin memberitahukan pada sohibnya, bahwa ia tengah terkagum-kagum pada seseorang.

“Aduh, La…, ada apa sih ?” ketus Nada. Ia yang sedari tadi tengah menikmati pemandangan seorang Ibu yang menyuapi anak lelaki sekitaran tiga tahun, dibuat kesal dengan tarikan kasar dari tangan Lila.

“Anu, Nad. . . itu. . . itu. . . ada pria seksi. Tipe aku banget!”

“Tutup mulutmu. Disini bukan hanya ada kita berdua, tapi ada banyak orang… pelankan suaramu. Nanti orang-orang pada ngira, kalau kita merupakan dua wanita cantik yang tengah memburu pria seksi. Kamu sih mungkin iya, tapi aku tidak. Aku kesini hanya untuk berjalan-jalan saja…., sekaligus menemanimu. Just it!” pangkas Nada sembari memasang tampang kesal pada sohibnya.

Lila cengengesan, “Sorry. . . tapi, liat dulu noh… kamu juga pasti mau.” Cakap Lila. Tangan kanannya melanglang-buana ke udara –tepatnya, kearah sisi kanan taman.

Nada berdehem, “Cukup tampan!”  dua kata itu keluar setelah Nada menatap pria yang sekarang tengah melanjutkan larinya. “Seksi juga.., tipe kamu banget!” lanjutnya.

La ? Kamu kok malah diem ? Apa ada yang salah dengan kalimat yang barusan aku kat…”

‘Kemana anak itu ? Sungguh tak waras kalau sampai Lila nekad menyusul pria tadi…, dasar..’ batinnya menggerutu, tepat saat dua elok matanya tak menemukan sosok Lila disampingnya. Yang lebih membuatnya jengkel adalah, sedari tadi, ia tidak sedang beradu cakap dengan sosok manusia bernama Lila, melainkan dengan udara.

Sembari kedua tangannya bertumpu pada pinggang —persis seperti ibu-ibu yang tengah menahan sakit encok, ditambah lagi dengan wajahnya yang ditekuk, Nada menggerutu, “Wanita bernama Lila Pertiwi itu memang sudah tak waras. Bagaimana bis–“

“Nona ….?”

Nada bungkam, tak berniat meneruskan kalimat kutukkan yang tadi ia ucapkan. Suara itu ? Nada sangat yakin, suara itu sangat ia kenal. Suara yang menurutnya seksi dan menggema itu nyaris membuatnya candu. Nada harus mengakui, bahwa ia tak bisa begitu saja melupakan suara yang beberapa detik yang lalu sukses membuatnya bungkam. Suara itu…, sukses membuat organ kewarasannya mengingat kejadian semalam, lebih tepatnya pada sosok yang semalam menolongnya. Ya… si Tuan Bawel !

Nada masih berdiri di tempat yang sama, di posisi dan sudut bumi yang sama. Ia tak berniat membalikkan badan. Perasaannya campur aduk. ‘Ada apa dengan diriku ? Mengapa aku jadi mematung begini ? Bahkan, aku sendiri belum tahu manusia mana yang barusan memanggilku... Eh…, tunggu.., tunggu.., apa manusia dibelakangku itu benar-benar memanggilku ? Apa panggilan Nona yang ia ucapkan sungguh ditunjukan untukku ? Ya Tuhan.. ada apa dengan diriku ?’ sekarang, Nada malah mengutuk dirinya sendiri.

“Nona…?,” panggil si pria, lagi.

Deg

Deg

Deg

Nada meraba jantungnya, “Ada apa denganku ? Mengapa jantungku berdebar tak karuan ?.” kalimat yang Nada ucapkan lebih kearah bisikkan.

“Hey Nona…? Iya, kamu…, yang memakai hotpant hitam dan jaket kulit warna senada…” merasa sosok yang berdiri lima langkah di depannya tak merespon, si pria berucap, “Hey Nona yang rambutnya diikat kebelakang.., iya, kamu yang sekarang tengah membelakangiku!” pangkas pria itu sembari tangan kirinya sibuk mengelap keringat di sekitar pelipisnya. T – Shirt tanpa lengannya nyaris mandi keringat.

Nada menarik nafas dalam-dalam, setelah itu, ia keluarkan perlahan. Mencoba untuk mengontrol dirinya sendiri.

“Ya ?,” dua huruf itu ia serukan tepat saat membalikkan badan.

Dan sekarang, elok matanya tertuju pada sosok yang satu arah di depannya. Pemandangan yang membuatnya nyaris bungkam. Ya, pemandangan yang membuatnya tak berani buka mulut adalah keadaan si pria yang sekarang tengah menatapnya secara intens. Pria itu berdiri lima langkah darinya. Pria tak dikenal itu memakai T – Shirt tanpa lengan warna putih yang memperlihatkan bisepnya, di area dada terdapat tulisan ‘HOT’. Selain itu, ia juga mengenakan bawahan boxer warna hitam polos.

Nada sangat suka dengan gaya rambut si pria yang menurutnya menggemaskan. “Rambutku bergaya Angular Fringe… kamu sedang menatap rambutku ‘kan ?” tanpa basa-basi, si pria langsung menuturkan kalimat yang sesuai dengan cara si wanita menatap intens rambutnya.

Bagi yang tidak tahu, atau kurang bergaul. Potongan rambut Angular Fringe adalah, salah satu potongan rambut yang sangat populer dan telah banyak di implementasikan oleh seluruh pemuda di seluruh dunia. Model potongan rambut pendek Angular Fringe ini sangat cocok untuk anda yang sangat mengikuti tren terbaru, membuat anda sangat fashionable. Potongan jenis ini adalah potongan rambut pendek dengan pinggiran  yang sangat tipis, sementara bagian depan atau atas rambut dibiarkan lebat dan terkesan acak-acakkan. Mungkin di Indonesia dikenal dengan nama potongan BOB.

“Aku punya hobby mengenakan boxer setiap harinya…”

“Aku tak bermi–“

“Aku hanya mencoba untuk beramah-tamah padamu, Nona…” potong si pria. Sekarang, kakinya berjalan dua langkah. Mereka semakin dekat.

”Beramah-tamah dengan cara memamerkan hobby anehmu ? Aku sangat TERKESAN!!!” Nada sengaja memberi penekanan pada kata terakhir yang ia ucapkan. Sebenarnya, hatinya bersorak ria ketika mendapati pria di depannya mencoba untuk bersikap ramah padanya. Namun entah mengapa, gengsinya melangit. Ucapannya jadi terdengar jutek dan tidak terlalu ramah. Padahal kenyataannya tidak demikian.

“Jadi, kamu masih keukeuh tak mau bersikap baik pada seseorang yang semalam menolongmu ? Sungguh MENGECEWAKAN!!!” kini, giliran si pria yang memberi penekanan pada kalimatnya. Nyaris, seperti Nada.

Nada terlihat membuang muka. Beberapa detik kemudian, elok matanya menatap si pria tak dikenal. “Namaku Nada Syahran. Panggil saja, Nada…, atau Syahran. Itu terdengar cukup manis, bukan ?” kakinya berjalan selangkah.

“Eh ?,”

“Kenapa ? Aku hanya ingin memamerkan sikap baik dan ramahku padamu. Aku menyesal karena telah bersikap menyebalkan. Khususnya untuk yang semalam. Maaf!” lanjutnya. Kakinya melangkah lagi.

Sekarang, mereka saling menatap dalam jarak yang sangat dekat. Hanya satu langkah. Andai saja, salah satu dari mereka memutuskan untuk berjalan satu langkah, kemungkinan, tubuh jangkung nan’ kurus mereka akan beradu. “Terimakasih, karena sudah mau untuk bersikap ramah padaku, Nona..,”

Nada berdehem, “Aku tidak suka dipanggil Nona…, panggil aku–“

“Nada…” potong si pria, sembari mengulum senyum.

Si pria mengulurkan tangan kananya, berharap agar tangannya bisa diterima dengan baik oleh si wanita. “Namaku Laksa Alghair.., panggil saja aku–“

“Al ?,” Nada tak segan untuk membalas keramah-tamah-an si pria di depannya, tentunya dengan menerima tangan si pria. Senyumnya merekah. “Tak keberatan jika kupanggil Al ?” lanjut Nada.

Laksa terlihat berfikir sejenak, “Sebenarnya, aku sedikit keberatan jika dipanggil Al… karena panggilan itu sedikit membuatku geli.”

“Geli ?,”

“Aku tak mau disamakan dengan anak seleb kenamaan Indonesia, Ahmad Dhani.” tuntasnya.

Nada terkekeh, “Kamu lucu..”

“Nggak lucu sama sekali. Hanya saja, wajahku lebih tampan dari pada Al Ghazali… iyakan ?,”

“Aku percaya kok. Kamu juga jauh lebih gagah…., eh, maksudku–“

“Aku percaya kok.”

Beberapa detik kemudian, mereka tertawa bebarengan. Bahkan, Nada tak memperdulikan keadaan Laksa yang nyaris mandi keringat. Sama persis seperti kejadian semalam. Ketika mereka tengah memperdebatkan suara benih kelaparan dari dalam perut Nada. Sekarang pun, tawa mereka terdengar begitu lepas.

Nada berdehem, “Bisa tolong lepaskan tanganku, Laksa ?”

Laksa melirik tangannya yang masih berjabat. “Tentu saja!”

“Aku ingin mentraktirmu nasi goreng. Gimana ?,” entah mengapa, mulutnya begitu lancar mengucapkan enam kata tadi.

“Sungguh, aku tak lapar…” sekitar pukul delapan, Laksa memang sudah makan nasi goreng buatan sang Ibu tercinta.

“Tapi aku lapar.., lagian, aku ingin membalas budi kebaikanmu. Nggak boleh ?,” Nada membuang muka, ‘Ada apa denganku ? Mengapa aku jadi seagresif ini ? Oh Tuhan!’ batinnya.

“Baiklah, tapi kapan-kapan ya. Sekarang, aku mau balik dulu. Badanku udah bau keringat nih..” serunya sembari membaui ketiaknya. “Nanti kamu risih…” lanjutnya.

Nada merona, ia terlihat terkekeh sendiri. “Aku nggak yakin kita akan bertemu lagi…, kita kan baru dua kali bertemu. Ibaratnya, kita itu hanya dua manusia asing yang tidak sengaja bertemu…,”

“Kemarin sih, mungkin kita adalah dua manusia asing yang tak sengaja bertemu. Tapi mulai hari ini, kita adalah dua manusia yang sudah berkenalan dan berjabat tangan. Itu berarti, kamu bukan lagi manusia asing bagiku, begitupun sebaliknya. Aku yakin, kita akan segera bertemu kembali.”

“Seyakin itu ?,”

“He eh.” Jawab Laksa sembari mencondongkan kepalanya pada wajah Nada yang sekarang memerah. “Aku pulang ya.., angkotnya udah ada tuh..senang bertemu denganmu, Nada Syahran…” serunya.

Kini, tubuh Laksa semakin menjauh dari jangkauan Nada. Ia melangkah begitu cepat.

“Apa kita akan bertemu kembali, Tuan Bawel ?” lirih Nada pada dirinya sendiri.

-Bersambung-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar