***
***
“Harusnya kamu jujur….,”
“Jujur perihal apa ?,”
“Perihal suara menjijikan yang berasal dari dalam
perutmu, Nona.”
“Jadi, obrolan menjengkelkan perihal suara
menjijikan tadi masih berlanjut ?.”
“Sebenarnya, aku tidak ingin membahas topik itu.
Tapi, rasa penasaranku terlalu menggunung, Nona..”
“Berhenti memanggilku Nona. Aku tak suka..”
“Lantas, aku harus memanggilku apa ? Hemm ?,”
“Terserah. Bisakah kamu berhenti bicara ? Aku
sedang makan.”
“Bukan aku,
tapi kita. Aku juga sedang
makan.., tapi masih bisa buka mulut. Jadi, aku harus memanggilmu apa ?.”
“Terserah apa katamu!.”
“Orang
asing ? Nona cantik ? Miss stranger ?
Itu terdengar manis.., tapi terlalu ribet untuk diucapkan. Ayolah…, aku
harus memanggilmu apa, Nona ?”
“Pandai mengganti topik pembicaraan… tadi,
membicarakan tofik perihal suara menjijikan dari dalam perutku. Dan seka–“
“Akhirnya kamu mengaku juga, Nona…”
“Eh ?,”
“Eh apa ? Jelas-jelas.., tadi kamu ngomong kalau
suara menjijikan itu berasal dari dalam perutmu. Sudah jelas ‘kan ?.”
“Heyyyyy!!!”
“Topik tentang suara benih kelaparan kita tutup
sampai disini!”
“Dasar orang aneh..”
“Orang aneh yang kebetulan menolongmu dari
genggaman pria bau tanah!”
“Terserah apa katamu,”
“Jadi, aku harus memanggilmu apa, Nona ?”
“Berhenti memanggilku Nona!!!”
“Jadi ?,”
“Terimakasih atas makan malam gratisnya. Kebetulan,
aku sudah kenyang…, aku pergi sekarang ya. Sampai jumpa, Tuan Bawel.”
“Kita belum berkenalan… belum juga mengetahui
nama masing-masing. Hey, Nonaaa..”
“Sampai jumpa. Terimakasih sudah menolongku dari
si pria bau tanah. Sekali lagi, terimakasih, Tuan Bawel!”
***
Dan disinilah Laksa sekarang. Terbaring di kasur
empuknya sembari mengingat-ingat kejadian kemarin malam. Padahal ia baru bangun
tidur, namun organ kewarasannya sudah berkelana kesana-kemari. Ya, kejadian
kemarin malam benar-benar membuatnya candu. Kejadian yang membuat malam
minggunya menjadi teramat istimewa dan tentu saja membuatnya bahagia. Bahagia ?